Minggu, 26 Agustus 2012

Dingin Malam Sungguh Sanggup Tuk Menusuk Jiwa

Apa yang ku rasakan mungkin sama sekali tak kau rasakan...
Apa yang ku pikirkan mungkin sama sekali tak kau pedulikan..
Apa yang ku khawatirkan mungkin sama sekali tak kau mengerti....
Dan apa yang ku sayang mungkin sama sekali tak kau sadari...

Semua itu membuatku tak sanggup pejamkan mata
Walau hanya sebentar saja
Semua itu membuatku gelisah memikirkanmu dan tak bisa tuk berhenti
Walau hanya sekejap saja

Ku tau kau bersamanya
Namun tak bisakah kau pedulikanku
Ku tau kau mencintainya
Namun tak bisakah kau memberiku hal yang sama

Mungkin bagimu aku terlambat
Tapi bagiku aku tidaklah terlambat
Mungkin bagimu aku aneh
Tapi bagiku sebenarnya aku sangat mencintaimu,...



Rinasa AA '12

Kamis, 05 Juli 2012

Lapangan Futsal

UKURAN
Lapangan harus berbentuk bujur sangkar. Garis samping pembatas lapangan harus lebih panjang dari garis gawang:
Panjang        : Minimal                  25 m
                          Maksimal                42 m
Lebar             : Minimal                  15 m
                          Maksimal                25 m
Ukuran Pertandingan Internasional:
Panjang        : Minimal                  38 m
                          Maksimal                42 m
Lebar             : Minimal                  18 m
                          Maksimal                22 m

TANDA  LAPANGAN
  • Lapangan ditandai dengan garis. Garis tersebut termasuk garis pembatas lapangan. Garis yang lebih panjang disebut garis samping (touched line) dan yang lebih pendek disebut garis gawang (goal line).
  • Lebar garis pembatas 8 cm.
  • Lapangan dibagi menjadi dua dan diberi garis tengah.
  • Titik tengah ditandai pada garis setengah lapangan dan lingkaran pada titik tengah dibuat dengan radius 3 m.
  • Daerah Pinalti ditandai pada masing-masing ujung lapangan sebagai berikut :
    • Seperempat Lingkaran, dengan radius 6 m, ditarik sebagai pusat diluar dari masing-masing tiang gawang.
    • Seperempat lingkaran digambarkan garis pada sudut kanan hingga garis gawang dari luar tiang gawang. Bagian atas dari masing-masing seperempat lingkaran dihubungkan dengan garis sepanjang 3,16m berbentuk paralel/sejajar dengan garis gawang antara kedua tiang gawang tersebut.

    TITIK  PINALTI
    ·         Titik Pinalti Pertama digambarkan 6 m dari titik tengah antara kedua tiang gawang dengan jarak yang sama.

    TITIK  PINALTI  KEDUA
    Titik pinalti pertama digambarkan di lapangan 10 m dari titik tengah antara kedua tiang gawang dengan jarak yang sama.

    TENDANGAN  SUDUT
    Seperempat Lingkaran dengan radius 25 cm ditarik di dalam lapangan dari setiap sudut.

    DAERAH  PERGANTIAN  PEMAIN
    Daerah pemain cadangan terletak pada samping lapangan dengan tempat duduk tim di kedua sisi yang sama sehingga mempermudah untuk pergantian pemain.

    Daerah pergantian pemain terletak depan tempat duduk pemain cadangan dan dengan panjang 5 m. Daerah ini ditandai pada masing-masing sisi dengan garis yang memotong garis samping, dengan lebar garis 8 cm dan panjang 80 cm, dimana 40 cm digambarkan didalam lapangan dan 40 cm diluar lapangan.

    Daerah Bebas berjarak 5 m dari garis tengah dan garis samping. Daerah bebas ini, secara langsung didepan pencatat waktu dan harus tetap dalam keadaan kosong dan bebas pandangan.

    GAWANG
  • Gawang harus ditempatkan pada bagian tengah dari
  • masing-masing garis gawang. Gawang terdiri dari dua tiang gawang (goal post) yang sama dari masing-masing sudut dan dihubungkan dengan puncak tiang oleh palang gawang secara horizontal (cross bar).

  • Jarak antar tiang ke tiang gawang 3 m dan jarak dari ujung bagian bawah tanah ke palang gawang adalah 2 m.

    Kedua tiang gawang dan palang gawang memiliki lebar dan dalam yang yang sama yakni 8 cm. Jaring dapat dibuat dari nilon yang diikat ke tiang gawang dan palang gawang dibahagian belakang yang diberi beban.

    KESELAMATAN
    Gawang boleh dipindahkan, tetapi harus dipasangkan secara aman selama permainan.

    PERMUKAAN  LAPANGAN
    Permukaan lapangan harus mulus, rata dan tidak kasar. Disarankan penggunaan kayu atau lantai parkit, atau bahan buatan lainnya. Yang harus dihindari adalah penggunaan bahan dari beton atau korn blok.

    KEPUTUSAN  DAN  PENEGASAN

    KEPUTUSAN  1
    Jika garis gawang antara 15 hingga 16m, maka radius seperempat lingkaran hanya diukur sebesar 4m. Dalam hal ini, tanda titik pinalti tidak lagi ditempatkan pada garis yang dibatasi daerah pinalti, tetapi berada tetap pada jarak 6m dari titik tengah antara posisi kedua tiang gawang.
    KEPUTUSAN  2
    Penggunaan lapangan yang datar dan berumput alami, atau rumput buatan diperbolehkan hanya untuk pertandingan lokal, tetapi tidak untuk pertandingan-pertandingan yang bersifat Nasional dan Internasional.
    KEPUTUSAN  3
    Tanda/titik dapat digambarkan di luar lapangan, 5 m dari busur pojok pada sudut kanan dan kiri dari garis gawang untuk memastikan bahwa jarak ini dapat diamati apabila tendangan sudut dilakukan. Lebar tanda/titik ini adalah 8 cm.
    KEPUTUSAN  4
    Tempat duduk pemain cadangan, berada dibelakang garis pembatas lapangan tepat disamping daerah bebas yang berada di depan meja pencatat waktu.

Senin, 05 Desember 2011

Asal Usul Futsal


                                                      pic from : http://ichsanfarro.wordpress.com/2011/03/11/futsal/



Menurut FIFA, asal mula Futsal ini mulai pada tahun 1930 di Montevideo, Uruguay. Pertama Futsal ini diperkenalkan oleh Juan Carlos Ceriani, seorang pelatih sepak bola asal Argentina. Hujan yang sering mengguyur Montevideo membuatnya kesal, karena rencana yang Ia susun jadi berantakan karena lapangan yang tergenang air. Lalu Ceriani memindahkan latihan ke dalam ruangan. Pertama Ia tetap menggunakan jumlah pemain 11 orang, namun karena lapangan yang sempit, Ia memutuskan untuk mengurangi jumlah pemain menjadi 5 orang tiap tim, termasuk penjaga gawang.

Ternyata latihan didalam ruangan itu sangatlah efektif dan atraktif. Sehingga mampu menarik minat banyak masyarakat Montevideo. Lalu banyak penggemar bola di kota itu yang mencoba permainan baru ini, dan jadilah Futsal olahraga yang digandrungi masyarakat luas.

Sejarah Futsal versi FIFA ini tidak bisa diterima begitu saja, ada beberapa negara yang mengklaim bahwa Futsal berasal dari negara mereka masing-masing.

Kanada dan Brazil termasuk negara yang mengklaim bahwa Futsal berasal dari negara mereka. Mereka menentang keras sejarah Futsal versi FIFA ini. Brazil mengklaim bahwa saat yang bersamaan dengan munculnya cerita Ceriani, pemain bola di Brazil sudah melakukan hal yang sama, namun di Brazil tidak menggunakan aturan baku, artinya aturan tiap daerah berbeda-beda.

Futsal berkembang sangat pesat di Brazil, lalu pada tahun 1936 dibuatlah kesepakatan dan penetapan aturan main futsal. Pada masa itu, peraturan futsal juga tidak banyak bedanya dengan peraturan futsal saat ini. Dengan adanya peraturan ini, futsal semakin berkembang dan digemari di Amerika Latin, bahkan ke seluruh dunia.

Di Italia, futsal mulai dikenal pada tahun 1950an. Futsal di Italia diperkenalkan oleh pemain-pemain sepak bola impor dari Amerika latin yang bermain di Seri A (Liga Italia). Di saat senggang, pemain-pemain itu bermain futsal. Dan futsal semakin dekenal dan digemari di Italia.

Beda halnya dengan di Inggris. Di Inggris pemain-pemain sepak bola sering melakukan latih tanding enam lawan enam di lapangan rumput. Futsal juga terkenal di Inggris, hingga suatu saat diselenggarakan turnamen futsal yang disponsori oleh London Express, salah satu harian terkemuka di London.

Sedangkan di Spanyol, perkembangan futsal jauh lebih cepat. Hal ini bisa terjadi karena budaya dan gaya bermain bola di Spanyol sangat mirip dengan budaya Amerika Latin.

Pada 1965 kompetisi internasional Futsal digelar untuk pertama kalinya, dengan Paraguay menjadi juara pertama. Lalu pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 1979 Brazil merajai kompetisi ini. Brazil juga memenangi piala Pan Amerika untuk kali pertama di tahun 1980 dan 1984.

Di tahun 1974 diadakan pertemuan perwakilan futsal dari berbagai negara. Pertemuan di Sao Paulo itu menggagas dibentuknya FIFUSA (The Federacao Internationale de Futebol de Salao / Federasi Futsal AS)sebagai organisasi resmi yang mewadahi futsal. FIFUSA saat itu menunjuk Joao Havelange sebagai ketua umum. Setelah eksisnya FIFUSA ini futsal semakin cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Kejuaraan dunia futsal pertama diselenggarakan oleh FIFUSA pada 1982 di Sao Paulo Brazil. Pada even edisi perdana ini Brazil keluar sebagai juara.

Tiga tahun berikutnya, even yang sama digelar di Spanyol. Ini adalah kali pertama even tiga tahunan ini dihelat di benua Eropa, dan lagi-lagi Brazil keluar sebagai juara. Dan pada 1988 Brazil berhasil dikalahkan oleh Paraguay di Australia.

Setelah beberapa tahun eksis, Futsal semakin terorganisir, dan FIFA pun tertarik. Karena bagaimanapun juga futsal turut memajukan industri sepakbola internasional. Pada 1989 FIFA secara resmi memasukkan futsal sebagai salah satu bagian dari sepakbola, dan FIFA juga mengambil alih penyelenggaraan kejuaraan dunia futsal.

Piala dunia futsal edisi FIFA yang pertama digelar di Belanda pada 1989 dan yang kedua digelar di Hong Kong di tahun 1992, dengan Brazil sebagai juara di kedua edisi ini.

Dengan adanya beberapa pertimbangan, akhirnya FIFA mengubah jadwal piala dunia Futsal ini menjadi empat tahun sekali.
Peraturan

Lapangan permainan 1. Ukuran: panjang 25-42 m x lebar 15-25 m
2. Garis batas: garis selebar 8 cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; 3 m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
3. Daerah penalti: busur berukuran 6 m dari setiap pos
4. Garis penalti: 6 m dari titik tengah garis gawang
5. Garis penalti kedua: 12 m dari titik tengah garis gawang
6. Zona pergantian: daerah 6 m (3 m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
7. Gawang: tinggi 2 m x lebar 3 m
8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif

Bola
1. Ukuran: #4
2. Keliling: 62-64 cm
3. Berat: 390-430 gram
4. Lambungan: 55-65 cm pada pantulan pertama
5. Bahan: kulit atau bahan yang cocok lainnya (yaitu, tak berbahaya)

Jumlah pemain
1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 5, salah satunya penjaga gawang
2. Jumlah pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 2
3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 7
4. Batas jumlah pergantian pemain: tak terbatas
5. Metode pergantian: "pergantian melayang" (semua pemain kecuali penjaga gawang boleh memasuki dan meninggalkan lapangan kapan saja; pergantian penjaga gawang hanya dapat dilakukan jika bola tak sedang dimainkan dan dengan persetujuan wasit)

Perlengkapan pemain:
Kaos bernomor, celana pendek, kaus kaki, pelindung lutut, dan alas kaki bersolkan karet

Lama permainan
1. Lama: dua babak 20 menit; waktu diberhentikan ketika bola berhenti dimainkan. Waktu dapat diperpanjang untuk tendangan penalti.
2. Time-out: 1 per regu per babak; tak ada dalam waktu tambahan
3. Waktu pergantian babak: maksimal 10 menit


ruangan), yang jika digabung artinya menjadi “Sepak Bola dalam Ruangan”.

Menurut FIFA, asal mula Futsal ini mulai pada tahun 1930 di Montevideo, Uruguay. Pertama Futsal ini diperkenalkan oleh Juan Carlos Ceriani, seorang pelatih sepak bola asal Argentina. Hujan yang sering mengguyur Montevideo membuatnya kesal, karena rencana yang Ia susun jadi berantakan karena lapangan yang tergenang air. Lalu Ceriani memindahkan latihan ke dalam ruangan. Pertama Ia tetap menggunakan jumlah pemain 11 orang, namun karena lapangan yang sempit, Ia memutuskan untuk mengurangi jumlah pemain menjadi 5 orang tiap tim, termasuk penjaga gawang.

Ternyata latihan didalam ruangan itu sangatlah efektif dan atraktif. Sehingga mampu menarik minat banyak masyarakat Montevideo. Lalu banyak penggemar bola di kota itu yang mencoba permainan baru ini, dan jadilah Futsal olahraga yang digandrungi masyarakat luas.

Sejarah Futsal versi FIFA ini tidak bisa diterima begitu saja, ada beberapa negara yang mengklaim bahwa Futsal berasal dari negara mereka masing-masing.

Kanada dan Brazil termasuk negara yang mengklaim bahwa Futsal berasal dari negara mereka. Mereka menentang keras sejarah Futsal versi FIFA ini. Brazil mengklaim bahwa saat yang bersamaan dengan munculnya cerita Ceriani, pemain bola di Brazil sudah melakukan hal yang sama, namun di Brazil tidak menggunakan aturan baku, artinya aturan tiap daerah berbeda-beda.

Futsal berkembang sangat pesat di Brazil, lalu pada tahun 1936 dibuatlah kesepakatan dan penetapan aturan main futsal. Pada masa itu, peraturan futsal juga tidak banyak bedanya dengan peraturan futsal saat ini. Dengan adanya peraturan ini, futsal semakin berkembang dan digemari di Amerika Latin, bahkan ke seluruh dunia.

Di Italia, futsal mulai dikenal pada tahun 1950an. Futsal di Italia diperkenalkan oleh pemain-pemain sepak bola impor dari Amerika latin yang bermain di Seri A (Liga Italia). Di saat senggang, pemain-pemain itu bermain futsal. Dan futsal semakin dekenal dan digemari di Italia.

Beda halnya dengan di Inggris. Di Inggris pemain-pemain sepak bola sering melakukan latih tanding enam lawan enam di lapangan rumput. Futsal juga terkenal di Inggris, hingga suatu saat diselenggarakan turnamen futsal yang disponsori oleh London Express, salah satu harian terkemuka di London.

Sedangkan di Spanyol, perkembangan futsal jauh lebih cepat. Hal ini bisa terjadi karena budaya dan gaya bermain bola di Spanyol sangat mirip dengan budaya Amerika Latin.

Pada 1965 kompetisi internasional Futsal digelar untuk pertama kalinya, dengan Paraguay menjadi juara pertama. Lalu pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 1979 Brazil merajai kompetisi ini. Brazil juga memenangi piala Pan Amerika untuk kali pertama di tahun 1980 dan 1984.

Di tahun 1974 diadakan pertemuan perwakilan futsal dari berbagai negara. Pertemuan di Sao Paulo itu menggagas dibentuknya FIFUSA (The Federacao Internationale de Futebol de Salao / Federasi Futsal AS)sebagai organisasi resmi yang mewadahi futsal. FIFUSA saat itu menunjuk Joao Havelange sebagai ketua umum. Setelah eksisnya FIFUSA ini futsal semakin cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Kejuaraan dunia futsal pertama diselenggarakan oleh FIFUSA pada 1982 di Sao Paulo Brazil. Pada even edisi perdana ini Brazil keluar sebagai juara.

Tiga tahun berikutnya, even yang sama digelar di Spanyol. Ini adalah kali pertama even tiga tahunan ini dihelat di benua Eropa, dan lagi-lagi Brazil keluar sebagai juara. Dan pada 1988 Brazil berhasil dikalahkan oleh Paraguay di Australia.

Setelah beberapa tahun eksis, Futsal semakin terorganisir, dan FIFA pun tertarik. Karena bagaimanapun juga futsal turut memajukan industri sepakbola internasional. Pada 1989 FIFA secara resmi memasukkan futsal sebagai salah satu bagian dari sepakbola, dan FIFA juga mengambil alih penyelenggaraan kejuaraan dunia futsal.

Piala dunia futsal edisi FIFA yang pertama digelar di Belanda pada 1989 dan yang kedua digelar di Hong Kong di tahun 1992, dengan Brazil sebagai juara di kedua edisi ini.

Dengan adanya beberapa pertimbangan, akhirnya FIFA mengubah jadwal piala dunia Futsal ini menjadi empat tahun sekali.
Peraturan

Lapangan permainan 1. Ukuran: panjang 25-42 m x lebar 15-25 m
2. Garis batas: garis selebar 8 cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; 3 m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
3. Daerah penalti: busur berukuran 6 m dari setiap pos
4. Garis penalti: 6 m dari titik tengah garis gawang
5. Garis penalti kedua: 12 m dari titik tengah garis gawang
6. Zona pergantian: daerah 6 m (3 m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
7. Gawang: tinggi 2 m x lebar 3 m
8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif

Bola
1. Ukuran: #4
2. Keliling: 62-64 cm
3. Berat: 390-430 gram
4. Lambungan: 55-65 cm pada pantulan pertama
5. Bahan: kulit atau bahan yang cocok lainnya (yaitu, tak berbahaya)

Jumlah pemain
1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 5, salah satunya penjaga gawang
2. Jumlah pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 2
3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 7
4. Batas jumlah pergantian pemain: tak terbatas
5. Metode pergantian: "pergantian melayang" (semua pemain kecuali penjaga gawang boleh memasuki dan meninggalkan lapangan kapan saja; pergantian penjaga gawang hanya dapat dilakukan jika bola tak sedang dimainkan dan dengan persetujuan wasit)

Perlengkapan pemain:
Kaos bernomor, celana pendek, kaus kaki, pelindung lutut, dan alas kaki bersolkan karet

Lama permainan
1. Lama: dua babak 20 menit; waktu diberhentikan ketika bola berhenti dimainkan. Waktu dapat diperpanjang untuk tendangan penalti.
2. Time-out: 1 per regu per babak; tak ada dalam waktu tambahan
3. Waktu pergantian babak: maksimal 10 menit


http://zigzagnews.blogspot.com/2011/04/asal-usul-futsal.html 

Sabtu, 26 November 2011

Puisiku Yang Terakhir Untukmu "LILY"


Seberapa pun ku mengharapkan dikau, Lily
Wahai bunga yang tak pernah mekar bila jumpa denganku
Bagiku kau memang cantik
kau memang manis
Namun rasa sesak di dada ini begitu sakit menusukku
Mungkin kau slalu menganggapku sebagai orang yang kasar dan keras, dan suka memaksa
Namun, Jika dan hanya jika aku boleh berucap,
Maka sesungguhnya kasar dan kerasku itu semata untukmu
Mungkin itulah caraku tuk memberi perhatianku untukmu
Walau ku sering memaksa, semua itu ku lakukan untuk kebaikan
Tidak ada niat untuk mengekangmu sebenarnya
Hanya satu sebenarnya yang ku butuhkan darimu
Perhatianmu,
sehingga ku slalu memaksamu karena kau tak kunjung mekar
memberikan wangimu untukku
Jika itu tak mungkin bisa kau lakukan
Aku ikhlas tuk melepasmu
Maka terbanglah bebas di angkasa
Dapatkanlah cintamu
Bahagialah dirimu
Sesungguhnya bahagiamu adalah juga bahagiaku,
Selamat tinggal LILY.......

Selasa, 22 November 2011

Teknologi CVT pada Mobil

CVT, lengkapnya continuously variable transmission, merupakan salah satu sistem pemindah tenaga otomatis yang banyak digunakan saat ini. Perbedaan dasar CVT dibandingkan dengan pemindah tenaga lain, seperti transmisi otomatis konvensional dan manual, adalah cara meneruskan torsi dari mesin ke roda.

Pada CVT, tidak lagi digunakan roda-roda gigi untuk menurunkan atau menaikkan putaran ke roda. Sebagai penggantinya, digunakan dua puli dan sabuk logam. Karena tidak ada lagi roda-roda gigi, maka pada CVT tidak ada perbandingan gigi seperti transmisi otomatis konvensional dan manual. Yang ada adalah perbandingan putaran dari terendah sampai tertinggi. Perpindahan gigi tidak terjadi secara drastis, misalnya 1 ke 2, 3, dan seterusnya; demikian sebaliknya.

Begitu injakan pedal gas dan kondisi beban mesin berubah, CVT akan mengubah perbandingan putaran yang akan dipindahkannya ke roda secara otomatis. Karena itulah dinamakan continuously variable transmission. Jadi, transmisi ini akan melakukan pergantian perbandingan secara terus-menerus.

Dasar sistem
Pada CVT terdapat dua puli yang dihubungkan oleh sabuk. Untuk mobil, karena tenaga yang dipindahkan besar, dibuat dari logam (pada motor kecil digunakan sabuk dari karet). Puli merupakan komponen utama pada CVT.

Ciri khas kedua puli CVT adalah diameter alur di bagian dalamnya bisa berubah-ubah. Untuk ini, salah satu sisi dari puli bisa bergeser. Sisi ini bisa menjauh atau mendekati sisi yang satu lagi yang dibuat tetap atau tidak bisa bergerak.

Puli pertama berfungsi sebagai penerima tenaga dari mesin atau disebut juga puli pemutar. Setelah itu, melalui sabuk, puli ini meneruskan tenaga mesin ke puli kedua yang disebut puli yang diputar. Dari puli terakhir inilah, tenaga mesin diteruskan ke roda.

Pemindahan tenaga dari CVT ke roda tentu tidak bisa langsung, tetapi menggunakan roda gigi atau diferensial (perbandingan gigi akhir).

Untuk menggeser sisi puli yang bisa bergerak, digunakan aliran hidraulis bertekanan. Jadi, sistem dilengkapi pompa.

Dengan bergesernya salah satu sisi, maka diameter alur puli berubah-ubah. Pasalnya, sisi dalam dari puli ini tirus. Dengan berubahnya diameter alur, terjadi perubahan perbandingan putaran yang dipindahkan dari puli pemutar ke puli yang diputar.

Saat kedua sisi puli merapat, diameter alur menjadi besar. Sebaliknya, bila digeser menjauh dari sisi yang diam, diameternya mengecil. Nah, berdasarkan perbedaaan diameter inilah, perbandingan putaran yang dipindahkan bisa diubah atau diganti.

Karena komponen utamanya hanya dua puli dan sabuk, konstruksi CVT lebih sederhana. Jumlah komponennya juga lebih sedikit dibandingkan transmisi otomatis konvensional dan manual. Karena itu pula ukurannya lebih kompak. Pada berbagai tes yang telah dilakukan, dengan CVT, konsumsi bahan bakar mobil jadi lebih irit.

Perubahan perbandingan
Saat putaran rendah atau pertama kali mobil dijalankan, diameter puli pertama kecil, sedangkan puli kedua besar. Hasilnya, putaran mesin yang dipindahkan ke puli kedua turun. Tepatnya, mobil berjalan pelan. Kondisi ini selain digunakan untuk jalan pertama kalinya, juga untuk berakselerasi. Kondisi ini disebut perbandingan gigi rendah.

Begitu putaran mesin dinaikkan, terjadi perubahan diameter pada kedua puli. Puli pemutar, diameternya membesar, sedangkan puli yang diputar mengecil. Akibatnya, putaran puli kedua bertambah cepat dan tentu saja membuat laju mobil bertambah kencang. Kondisi ini disebut perbandingan ‘gigi’ tinggi; digunakan melaju dengan kecepatan tinggi.

Torque converter
Versi terakhir dari CVT adalah pemasangan atau penambahan torque converter (TC) atau konverter torsi yang berbentuk gentong pada unitnya. TC digunakan untuk memperbesar torsi, utamanya saat pertama kali mobil dijalankan. Kendati begitu, putaran mesin bertambah, TC dikunci. Putaran mesin langsung dipindahkan ke puli. Dengan ini, perpindahan tenaga bisa dilakukan secara efisien.

CVT dengan TC saat ini digunakan pada Nissan (X-Trail) dan segera menyusul Honda Odyssey. Dengan penggunaan TC ini pula, maka fluida atau cairan untuk CVT sama dengan ATF. Menurut Nissan, dengan menggunakan ATF, kerja CVT memindahkan tenaga lebih cepat sampai 30 persen dibandingkan bila tidak menggunakan ATF.

Selama ini, CVT banyak digunakan pada mobil-mobil kecil. Ini disebabkan kemampuan sabuk atau belt yang menghubungkan kedua puli. Namun, dengan berkembangnya materi sabuk dan teknologinya, mobil dengan mesin berkapasitas besar pun mulai menggunakannya.

Sebagai contoh, Nissan, yang memberi nama CVT-nya dengan X-Tronic, sudah menggunakannya untuk kendaraan bermesin 3,5 liter. Adapun Honda pada Odyssey, minivan 7 penumpang bermesin 2,4 liter. Honda juga punya pabrik CVT di Indonesia.

http://www.kymco.or.id/showthread.php?t=3717 

ANALISIS WACANA DALAM STUDI KEISLAMAN: Sebuah Pengantar Awal

 (Bagian I)
Sajian pendek ini dimaksudkan sebagai pengantar, atau lebih tepat sebagai perangsang, bagi para pengkaji keislaman untuk berani menerapkan sekaligus mengembangkan salah satu metode analitik yang dikenal sebagai analisis wacana (discourse analysis). Tentu saja, sajian ini didasarkan pada asumsi bahwa para pengkaji keislaman sudah memiliki wawasan ontologik terhadap bidang kajian mereka. Pada intinya, sejauh studi keislaman berangkut-paut dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan, maka sebagian dari wilayah kajian studi keislaman berpotensi untuk didekati dengan analisis wacana.
Memang tidak hanya dalam sejumlah disiplin kajian selain linguistik, analisis wacana dipandang sebagai perkembangan dan bahkan orientasi baru, tetapi juga dalam kajian linguistik. Semula diterima bahwa secara ontologik, ilmu bahasa mengkaji berbagai gejala bahasa, dan tali-temali bahasa dengan gejala lain. Lazimnya, bahasa dicandra dalam lima wujud. Pertama, karena kelahiran bahasa bermula dari ujaran (speech), maka gejala terkecil bahasa adalah bunyi (sound, phone). Gejala bahasa terkecil kedua berupa morfem (morpheme) dan kata (word). Berikutnya, gejala bahasa berupa kelompok kata dengan susunan terpola (patterned order of words), baik frasa (phrase) maupun kalimat (sentence). Karena bahasa niscaya digunakan untuk bertukar pesan, maka unsur sangat penting bahasa berikutnya adalah makna (meaning).
Tampak jelas, para ahli bahasa ditantang untuk mulai bekerja dengan data autentik, yakni bagaimana sebenarnya bahasa digunakan. Analisis wacana dihadirkan di hadapan khalayak peminat kajian bahasa untuk memenuhi tantangan tersebut.[2]
Kini, tidak hanya para ahli bahasa dan para peneliti sosial yang membincang wacana dan analisis wacana, tetapi juga para pejabat pemerintah dan penulis populer, yang walaupun --- sayangnya --- tidak selalu dipahami dalam makna, dan dihayati dalam cita-rasa yang sama, juga sering menggunakan istilah wacana dan atau analisis wacana.[3]
Pada disiplin kajian selain lingustik, berdampingan dengan perkembangan metodologi interpretif-kualitatif, analisis wacana telah semakin diterima sebagai perkembangan sangat berarti dalam metodologi kajian sosial dan humaniora. Sebuah karya cukup dikenal dalam metodologi penelitian pendidikan, misalnya, memberikan penjelasan sebagai berikut:
Researchers have used the methods of various disciplines to study the charracteristics of narratives and how they are constructed through interpretive acts by the speaker or writer. The methods include: discourse analysis, which is the study of the interpretive processes that individuals use to produce their accounts of reality; conversations analysis, which is the study of the rules of speech acts between two or more people; sociolinguistics, which is the study of the effects of social charracteristics such as age, socioeconomic status, and ethnicity on language use; and narratology, which is the study of literrary narratives.[4]
Pun demikian sebuah karya ekstensif tentang metodologi penelitian kualitatif menegaskan kecenderungan baru dalam penelitian sebagai berikut:
An important research orientation which has emerged in recent years, and which puts great emphasis on modes of expression, is discourse analysis (DA). .. A discourse is a social text. The focus on discourse thus means a concern with talk and texts as parts of social practices. Discourse analysis rejects a use of realist methods in social science, which aim at mirroring extra-linguistic reality by finding patterns in empirical material. [5]

Konsep Dasar

Istilah wacana (discourse) yang berasal dari Bahasa Latin, discursus, telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, istilah ini menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan.[6]
Analisis wacana, dalam arti paling sederhana adalah kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat. Lazimnya, perluasan arti istilah ini dikaitkan dengan konteks lebih luas yang mempengaruhi makna rangkaian ungkapan secara keseluruhan. Para analis wacana mengkaji bagian lebih besar bahasa ketika mereka saling bertautan. Beberapa analis wacana mempertimbangkan konteks yang lebih luas lagi untuk memahami bagaimana konteks itu mempengaruhi makna kalimat.[7]
Sebagaimana telah disebut, analisis wacana tidak hanya mengemuka dalam kajian bahasa, tetapi juga dalam berbagai lapangan kajian lain. Kalau dalam linguistik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan (grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan kekuasaan. Tampak jelas, digunakan dalam lapangan kajian apa pun, istilah analisis wacana niscaya menyertakan telaah bahasa dalam pemakaian.

Tiga Paradigma

Seperti dialami oleh semua cabang kajian dalam ilmu-ilmu kemanusiaan (human sciences), pendekatan analisis wacana juga terpilah berdasarkan paradigma kajian (paradigm of inquiry) yang mendasarinya. Secara umum ada tiga paradigma kajian yang berkembang dan saling bersaing dalam ilmu-ilmu kemanusiaan. Masing-masing adalah analisis wacana positivisme (positivist discourse analysis), analisis wacana interpretivisme (interpretivist discourse analysis), dan analisis wacana kritisisme (critical discourse analysis).[8]
Bersandar pada paradigma positivisme, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Terkait dengan analisis wacana, para peneliti bahasa tidak perlu mengetahui makna-makna atau nilai subjektif yang mendasari suatu pernyataan. Analisis wacana positivistik memperhatikan dan mengutamakan pemenuhan seperangkat kaidah sintaksis dan semantik. Kebenaran semantik dan ketepatan sintaksis menjadi takaran utama dalam aliran ini. Karena itu, analisis wacana positivistik diarahkan pada penggambaran tata-aturan kalimat dan paragraf beserta kepaduan makna yang diasumsikan berlaku umum. Bagaimana kalimat yang baik harus disusun? Bagaimana paragraf yang baik harus ditulis? Bagaimana pula wacana yang baik harus dikembangkan? Bertolak dari masalah-masalah ini, kohesi dan koherensi menjadi tolok-ukur utama dalam setiap analisis wacana positivistik.[9]
Penganjur paradigma interpretivisme menolak pemisahan manusia sebagai subjek dengan objek. Bahasa tidak dapat dipahami terkecuali dengan memperhatikan subjek pelakunya. Subjek manusia diyakini mampu mengendalikan maksud-maksud tertentu dalam tindak berwacana. Karena itu, setiap pernyataan pada hakikatnya adalah tindak penciptaan makna. Dalam perspektif ini pula berkembang teori tindak-tutur, serta keberlakuan kaidah-kaidah kejasama dalam percakapan.[10] Analisis wacana dimaksudkan untuk mengungkap maksud-maksud dan makna-makna tertentu dari subjek. Dalam perspektif ini, bila berkehendak memahami suatu wacana, maka tidak ada jalan masuk lain kecuali pengkaji mampu mengembangkan empati terhadap subjek pelaku wacana.
Penganjur paradigma kritisisme menilai bahwa baik paradigma positivisme maupun paradigma interpretivisme tidak peka terhadap proses produksi dan reproduksi makna. Kedua paradigma tersebut mengabaikan kehadiran unsur kekuasaan dan kepentingan dalam setiap praktik berwacana. Karena itu, alih-alih mengkaji ketepatan tata-bahasa menurut tradisi positivisme atau proses penafsiran sebagaimana tradisi interpretivisme, paradigma kritisisme justru memberi bobot lebih besar terhadap pengaruh kehadiran kepentingan dan jejaring kekuasaan dalam proses produksi dan reproduksi makna suatu wacana. Baik sebagai subjek maupun objek praktik wacana, individu tidak terbebas dari kepentingan ideologik dan jejaring kekuasaan.[11]
Meskipun ada banyak ranting aliran (variance) dalam paradigma ini, semuanya memandang bahwa bahasa bukan merupakan medium yang netral dari ideologi, kepentingan dan jejaring kekuasaan.[12] Karena itu, analisis wacana kritis dikembangkan dan digunakan sebagai piranti untuk membongkar kepentingan, ideologi, dan praktik kuasa dalam kegiatan berbahasa dan berwacana.

Islam Sebagai Landasan Budaya Jawa

Eksodus masyarakat Jawa dari pusat-pusat kerajaan Hindu dan Budha yang tidak memberinya kehidupan yang aman, ke daerah-daerah pelabuhan mengantarkan mereka bersentuhan dengan para pedagang Muslim dan para ulama. Egalitarianisme Islam dan struktur keimanan mudah dimengerti menyebabkan rakyat Jawa berbondong-bondong masuk Islam. Periode ini merupakan gelombang pertama Islamisasi di Pulau Jawa.
Dalam pandangan Zamakhsyari Dhofier, ada dua tahap penyebaran Islam di Pulau Jawa. Pertama, di mana orang menjadi Islam sekadarnya, yang selesai pada abad ke 16.
Kedua, tahap pemantapan untuk betul-betul menjadi orang Islam yang taat secara pelan-pelan menggantikan kehidupan keagamaan yang lama.

Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa Mataram (1613-1645) mengawali tahap pemantapan melalui pendidikan Islam secara massal kepada masyarakat Jawa. Di setiap kampung diadakan tempat untuk belajar membaca al-Qur`an, tata cara beribadah dan tentang ajaran Islam: rukun iman dan rukun Islam.
Saat itu, apabila ada anak berusia 7 tahun belum bisa membaca al-Qur`an, ia akan malu bergaul dengan teman-temannya. Para guru agama ini diberi gelar Kyahi Anom oleh pihak kraton. Di tingkat kadipaten didirikan pesantren yang dipimpin oleh Kyahi Sepuh.
Saat itu juga dilakukan penerjemahan kitab-kitab besar berbahasa Arab dalam kajian yang bersistem bandungan (halaqah). Kitab-kitab itu meliputi kitab fikih, tafsir, Hadits, ilmu kalam dan tasawuf. Juga nahwu, sharaf dan falaq.
Sistem kalender juga disesuaikan dengan sistem Islam. Sehingga budaya ilmu tidak hanya menjadi milik elit tapi menjadi milik masyarakat secara keseluruhan.

Akselerasi pemahaman Islam melalui sistem pendidikan massal inilah yang menyebabkan Islamisasi di segala sisi kehidupan masyarakat. Konsep-konsep Islam telah menjadi landasan kegiatan kemasyarakatan. Istilah upawasa (poso) sembahyang, suwargo dan neroko hanya bisa ditafsirkan dengan pengertian shaum, shalat, jannah dan naar.

Islam juga menancapkan budaya baru seperti adil, mikir yang tidak bisa dicari padanannya dalam akar kata asli bahasa Jawa. Taawun yang dijabarkan dalam budaya gotong royong adalah ciri khas masyarakat asli Jawa, juga tasamuh yang diwujudkan dalam budaya tepa salira.
Ritus-ritus penting dalam masyarakat Jawa seperti kelahiran, perkawinan dan kematian juga didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Masyarakat Jawa sudah tidak mengenal bagaimana cara ijab qabul ala agama asli Jawa ataupun merawat jenazah ala kejawen.

Oleh karena itu, dikotomi antara Islam dengan abangan yang dipropagandakan anak didik orientalis maupun kalangan misionaris tidak pernah mendapatkan pijakan teoritis yang kuat. Sebab, yang berlaku di Jawa kata Andrey Moller adalah ortopraks Islam, yakni meski pelan namun pasti terus bergerak menuju Islam.
Oleh karena itu, orang Jawa, baik itu dari kalangan priyayi maupun abangan di masa tuanya akan berubah menjadi santri yang rajin ke masjid, yasinan dan khataman. Wallahu a’lam bish shawab.

http://www.hidayatullah.com/read/19355/15/10/2011/islam-sebagai-landasan-budaya-jawa.html 

Tinggalkan Pesanmu...